Akhir-akhir ini kembali muncul isu atau perdebatan tentang amandemen (perubahan) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Ada yang pro terhadap amandemen UUD 1945. Banyak pula yang kontra dengan amandemen UUD 1945. Isu atau perdebatan tentang amandemen UUD 1945 bukan hal yang baru. Isu terkait dengan amandemen UUD 1945 telah berlangsung sejak lama dan seolah menjadi isu rutin yang mengandung perdebatan pro dan kontra. Amandemen UUD 1945 bukan merupakan hal yang mustahli. Terlebih dalam UUD 1945 terdapat ketentuan tentang perubahan UUD 1945, sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 BAB XVI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR Pasal 37 ayat (1) s.d ayat (5). Ada setidaknya beberapa syarat untuk dapat dilakukan amandemen UUD 1945. Pertama, amandemen UUD 1945 harus dilakukan oleh lembaga negara bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Kedua, ada ketentuan terkait dengan usul, kehadiran dan persetujuan dalam amandemen UUD 1945. Ketiga, terkait bentuk negara tidak dapat di amandemen. Artinya amandemen UUD 1945 bukan merupakan kondisi yang dilarang, sepanjang memenuhi ketentuan. Pertanyaannya adalah apa alasan melakukan amandemen UUD 1945? Pertanyaan tersebut penting untuk dijawab dalam rangka memberikan rasionalitas perlunya amandemen UUD 1945. UUD 1945 adalah konstitusi atau hukum tertinggi yang mempunyai nilai. Ada setidaknya tiga nilai yang terdapat dalam kajian konstitusi yaitu nilai normatif, nilai nominal, dan nilai semantik. Nilai-nilai tersebut mempunyai makna sendiri. Nilai normatif adalah nilai yang ideal (das sollen) dalam konstitusi. Konstitusi dikatakan mempunyai nilai normatif apabila mengandung nilai (value) yang ideal. Konstitusi dalam pandangan nilai normatif, tidak hanya dilihat hanya sebatas kesepakatan tertinggi dan berbentuk teks saja. Konstitusi adalah kenyataan kesepakatan bersama yang harus dijalankan secara bersama-sama, tertib, dan tegak serta melaksanakan segala konsekuensi. Adapun konstitusi yang mempunyai nilai nominal adalah konstitusi tidak dijadikan sebagai dasar pijakan dalam kehidupan bernegara, tidak dijadikan dasar pengambilan kebijakan, dan terdapat perbedaan antara yang seharusnya (das sollen) dengan kenyataan (das sein). Kemudian nilai semantik adalah nilai yang ada dalam konstitusi dan menjadikan konstitusi hanya sebagai pedoman, sumber referensi, klaim kebenaran pihak tertentu, dan slogan atau tagline semata. Pelaksanaan konstitusi dalam kenyataannya berbeda dengan apa yang tertuang dalam materi muatan konstitusi. Nilai semantik juga bermakna bahwa konstitusi hanya dijadikan sebagai instrumen kekuasaan untuk melegitimasi kekuasaan (Thaib, 1999; Asshiddiqie, 2006).
Melihat tiga nilai yang ada dalam konstitusi maka dapat dijadikan sebagai referensi untuk melihat alasan dalam amandemen UUD 1945. Apakah konstitusi dalam hal ini UUD 1945 mengandung nilai normatif atau nominal atau semantik? Jika alasan amandemen UUD 1945 karena mengandung nilai normatif tentu rencana amandemen tersebut relatif sulit diterima secara rasional. Bagaimana mungkin UUD 1945 yang sudah mempunyai nilai normatif atau nilai ideal dan pelaksanaannya sudah sesuai harus di amandemen? Apa alasan teknisnya? Kemudian jika alasan amandemen UUD 1945 karena berisi nilai nominal atau nilai semantik, maka alasan untuk amandemen UUD 1945 rasional. Hanya yang menjadi pertanyaan adalah mengapa UUD 1945 bernilai nominal atau sementik? Apakah materi muatannya yang menjadi penyebab atau pelaksanannya?
Penulis beranggapan bahwa UUD 1945 adalah konstitusi bernilai normatif bukan nominal atau semantik. Ada beberapa alasan mengapa penulis beranggapan UUD 1945 bernilai normatif. Pertama, UUD 1945 pernah di amandemen dan dari hasil amandemen tersebut terjadi banyak kemajuan. Kedua, materi mauatan dalam UUD 1945 sudah bagus dan sesuai dengan perkembangan zaman. Hukum, demokrasi, hak asasi manusia, pertahanan dan keamanan, kesejahteraan sosial, dan lain-lain telah masuk dalam UUD 1945. Bahkan hal yang cukup teknis seperti jaminan prioritas anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan belanja negara dan anggaran pendapatan belanja daerah, diatur juga dalam konstitusi. Jaminan prioritas anggaran pendidikan tersebut masuk dalam materi muatan UUD 1945 Pasal 31 ayat (4). Hal-hal tersebut menandakan bahwa UUD 1945 sebenarnya sudah mempunyai nilai normatif.
Memang harus diakui bahwa dalam pelaksanaan UUD 1945 belum dapat dikatakan sempurna. Masih terdapat berbagai kendala dan belum semua ada pengukuran yang rigid tentang keberhasilan pelaksanaan UUD 1945. Misalnya terkait UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Apakah ayat tersebut sudah terlaksana secara menyeluruh? Apakah semua rakyat sudah makmur? Kemudian UUD 1945 Pasal 34 ayat (1) yang menyatakan bahwa Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Apakah semua fakir miskin dan anak-anak terlantar sudah dipelihara oleh negara? Ketentuan-ketentuan tersebut dapat dikatakan belum semuanya terwujud. Walaupun dalam pelaksanaan, ketentuan-ketentuan tersebut masih terus dilakukan.
Melihat ketentuan dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) dan Pasal 34 ayat (1) telah nampak adanya nilai normatif. Memang dalam pelaksanaannya masih belum terwujud secara menyeluruh. Oleh karena itu sudah saatnya kita semua sebagai warga negara Indonesia untuk bersatu dalam melaksanakan UUD 1945 secara menyeluruh dan konsekuen. Hal ini dilakukan agar pelaksanaan UUD 1945 dapat lebih cepat mewujudkan apa yang terkandung dalam materi muatan UUD 1945, sehingga nilai normatif dalam UUD 1945 benar-benar terwujud secara menyeluruh dalam tataran pelaksanaan.
Mengakhiri tulisan ini, penulis berkesimpulan bahwa UUD 1945 mengandung nilai normatif yang memang dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa kekurangan. Kekurangan tersebut dapat ditutupi dengan adanya pelaksanaan yang sesuai materi muatan UUD 1945. Kembali kepada pertanyaan alasan amandemen UUD 1945. Apakah masih perlu amandemen UUD 1945? atau justru yang perlu di amandemen adalah pelaksanaan UUD 1945? Penulis tidak mengatakan bahwa amandemen UUD 1945 tidak perlu. Penulis berpandangan bahwa amandemen UUD 1945 dibolehkan dan tidak ada larangan. Hanya yang harus diberi penjelasan kepada masyarakat adalah apa alasan rasional amandemen UUD 1945?