YANG TERBAIK UNTUK KASUS ASUSILA, ADAT ATAU HUKUM ? Oleh : Reza Ananda : 12 Juni 2024
Hukum Pidana

Tindak pidana asusila merupakan salah satu tindak pidana yang menjadi isu krusial di masyarakat sekarang ini. Tindak pidana asusila sendiri memiliki pengertian sebagai suatu tindak pidana yang melanggar kesusilaan seseorang. Susila dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti baik budi bahasanya, beradab, atau sopan. Pengaturan tindak pidana asusila di Indonesia diatur dalam Pasal 281 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 406 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mana baru akan berlaku tahun 2026 nanti. 

Dalam penegakan hukum tindak pidana asusila terdapat dilema, yaitu hukum mana yang akan digunakan dalam penanganannya, apakah melalui lembaga peradilan umum atau peradilan adat. Beberapa daerah yang adat istiadatnya masih kental beranggapan bahwa penanganan tindak pidana asusila harus dilakukan oleh peradilan adat karena yang dilanggar oleh tindak pidana ini adalah norma dan adat yang berlaku di Indonesia. Namun tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa lebih baik menggunakan peradilan umum saja karena bersifat lebih pasti dan konkret. Manakah yang lebih baik di antara keduanya? 

Dalam kehidupan masyarakat yang ingin mencari keadilan, apabila ada sebuah perkara baik itu ranah publik atau ranah privat, maka pada umumnya akan mencarinya ke peradilan umum. Peradilan umum adalah peradilan yang menjalankan kekuasaan kehakiman yang berada di bawah Mahkamah Agung yang ditujukan untuk masyarakat umum yang menggunakan hukum positif sebagai dasar hukumnya seperti peraturan perundang-undangan dan lainnya. Selain peradilan umum ada juga peradilan lainnya yang sering digunakan untuk menangani perkara yaitu peradilan adat. Peradilan adat adalah sebuah peradilan yang menggunakan adat istiadat, norma-norma dan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di masyarakat. Peradilan adat ini sering digunakan di daerah-daerah yang masih kental akan nuansa adat. 

Peradilan umum dan peradilan adat walaupun sama-sama peradilan untuk menyelesaikan perkara, namun keduanya memiliki perbedaan yang mendasar yaitu dasar hukum yang dipakai. Peradilan umum menggunakan hukum positif yang berlaku di Indonesia yaitu peraturan perundang-udangan, sedangkan peradilan adat menggunakan hukum adat dan norma yang berlaku di masyarakat tersebut. Perbedaan mendasar ini menyebabkan sering terjadinya perdebatan mengenai peradilan mana yang akan dipakai dalam menyelesaikan sebuah perkara pidana, termasuk perkara pidana asusila karena melanggar norma kesusilaan dan norma kesopanan. Sebelum menyimpulkan mana yang lebih baik, kita harus mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masingnya. 

Peradilan umum adalah peradilan yang berlaku untuk seluruh wilayah dan rakyat Indonesia. Peradilan umum ini memiliki kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaannya. Kelebihan dari peradilan umum terdiri dari : 

  • Lebih terjamin kepastian hukumnya

Peradilan umum memiliki pengaturan berupa peraturan perundang-undangan yang tertulis dan tercatat dengan baik. Sehingga akan memberikan kepastian hukum yang lebih pasti dan akurat karena kecil kemungkinan ada perbedaan pelaksanaan hukum pada kasus yang serupa karena sudah ada patokan dalam menangani suatu perkara. 

  • Lebih adil dan objektif

Berhubungan dengan kelebihan pertama, karena pengaturan dari peradilan umum tertulis sehingga membuat peradilan umum lebih adil dan objektif dalam memutus perkara. Ada patokan yang jelas mengenai hukuman yang akan dijatuhkan dalam putusan dan tidak akan ada perbedaan hukuman yang jomplang antar putusan untuk perkara yang serupa.

  • Memberikan efek jera yang lebih kepada tersangka

Hukuman yang dijatuhkan lebih bersifat pasti dan lebih memberikan efek jera karena masih bersifat menghukum tersangka. Hukuman yang dijatuhkan biasanya berupa penjara atau denda dimana keduanya bersifat menjerakan tersangka sehingga orang lain berpikir dua kali untuk melakukan kejahatan. 

Namun peradilan umum juga memiliki beberapa kekurangan yaitu : 

  • Prosesnya rumit, waktunya lama dan biayanya mahal

Walaupun peradilan umum menganut asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan, namun harus diakui bahwa proses berperkaranya masih rumit, memakan waktu dan memerlukan biaya banyak. Hal ini karena adanya rangkaian proses yang harus diikuti dan tidak bisa ditinggalkan yang mana hal itu memerlukan waktu dan biaya. 

  • Kurang mengutamakan Restorative Justice

Tony F. Marshall mengemukakan pengertian restorative justice yaitu sebuah proses pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam suatu perkara menyelesaikan perkara itu secara bersama-sama dengan memperhatikan masa depan semua orang tanpa merugikan salah satu pihak. Peradilan umum sekarang masih mengedepankan pemidanaan daripada memperbaiki korban, pelaku, hubungan pelaku-korban dan hubungan mereka dengan masyarakat. Padahal sekarang sifat dan tujuan hukum sudah mulai bergeser dari menghukum menjadi memperbaiki atau restorative justice

Peradilan adat sendiri juga memiliki kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan dan kekurangan ini membuat peradilan adat ini sering dijadikan alternatif dalam menyelesaikan suatu perkara. Kelebihan dari peradilan adat yang dimaksud itu adalah:

  • Terasa lebih dekat dengan masyarakat

Seperti yang diketahui bahwa peradilan adat menggunakan hukum adat yang mana hal itu sudah ada dan hidup di masyarakat itu sejak lama sebelum adanya hukum positif nasional sehingga masyarakat lebih dekat dengan hukum adat. Hal ini menyebabkan masyarakat tersebut lebih cenderung menggunakan peradilan adat dalam menyelesaikan masalah karena peradilan adat terasa lebih familiar bagi mereka. 

  • Lebih simpel, cepat dan murah

Proses penyelesaian perkara di peradilan adat bersifat lebih cepat, simpel dan biaya yang murah karena rangkaian proses penanganan perkaranya yang lebih sedikit dibandingkan dengan peradilan umum. Misalnya peradilan adat biasanya diadakan selama beberapa hari saja bahkan bisa dilakukan sekali saja hingga jatuhnya putusan. Selain itu banyak rangkaian proses dalam peradilan umum yang tidak digunakan dalam peradilan adat sehingga biaya dan waktunya bisa dipangkas. 

  • Lebih bersifat memperbaiki

Adanya beberapa hukuman yang dijatuhkan dalam peradilan adat itu bersifat untuk memperbaiki status korban dan pelaku dan juga memperbaiki hubungan antara pelaku dengan masyarakat sekitar. Misalnya hukuman denda yang dijatuhkan kepada orang yang menikah sesama suku di Minangkabau yaitu dengan menyembelih satu ekor kerbau dan daging kerbau itu dibagikan ke orang-orang di kampung itu. Penyembelihan ini dilakukan sebagai hukuman dan agar orang yang melakukan itu tidak diusir dari kampung itu. Bisa disimpulkan bahwa hukuman dalam hukuman adat itu lebih mengedepankan restorative justice

Peradilan adat pun tidak luput dari kekurangan. Peradilan adat menggunakan hukum adat yang mana hal itu sudah lama ada bahkan sebelum adanya negara ini. Hukum adat kebanyakan tidak berubah dan cenderung statis sehingga muncul gap-gap yang menimbulkan kekurangan. Kekurangan peradilan adat secara umum adalah : 

  • Kurang adanya kepastian hukum

Peradilan adat menggunakan hukum adat yang tidak tertulis dan tidak terkodifikasi. Hukum adat itu biasanya hanya diturunkan dari generasi ke generasi dengan sejarah asal usulnya yang kabur. Sehingga peradilan adat ini kurang memiliki kepastian hukum karena dasar hukum yang dipakai juga cenderung tidak berdaya paksa. Bisa saja seorang yang sudah dijatuhi hukuman oleh peradilan adat tidak mengindahkan hukuman itu karena tidak adanya daya paksa agar hukuman itu diterapkan kepada tersangka. 

  • Ruang lingkup berlaku yang terbatas

Hukum adat merupakan hukum yang berlaku terbatas pada ruang lingkup wilayah dan masyarakat tertentu saja. Hukum adat bersifat regional, tidak bersifat nasional dan berlaku bagi semua rakyat Indonesia. Kurangnya ruang lingkup berlaku ini juga mempengaruhi peradilan adat. Penanganan perkara oleh peradilan adat yang terbatas ini dapat menimbulkan celah untuk dimanfaatkan agar bisa lolos dari hukuman. 

Setelah diuraikannya masing-masing kelebihan dan kekurangan dari peradilan umum dan peradilan adat tersebut, akan menjadi pertimbangan peradilan mana yang akan dipakai dalam menangani suatu perkara yang dalam bahasan kali ini merupakan perkara asusila. Dari yang sudah diuraikan, bisa disimpulkan bahwa untuk perkara asusila lebih baik diselesaikan dengan peradilan umum daripada peradilan adat. Hal yang sangat berpengaruh dalam penentuannya adalah kepastian hukum yang diberikan oleh peradilan umum sesuai dengan kelebihan peradilan umum. Salah satu bentuk kepastian hukum yang diberikan adalah adanya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Sesuai dengan tujuan dari hukum yaitu untuk menciptakan keamanan, ketenteraman dan keadilan di masyarakat. Walaupun perkara asusila yang dilanggar berupa norma kesusilaan dan norma kesopanan yang berlaku di masyarakat, namun tetap perkara asusila itu diatur oleh hukum positif. 

Bukan berarti peradilan adat tidak diakui eksistensinya. Peradilan adat tetap bisa digunakan dalam penyelesaian perkara yaitu dengan menjadikan peradilan adat ini sebagai penyelesaian pertama perkara yang dilakukan. Pilihan peradilan adat terlebih dahulu dengan harapan perkara tindak pidana kesusilaan selesai tanpa dibawa ke meja hijau. Dengan selesainya perkara di peradilan adat akan lebih menghemat waktu dan biaya dibandingkan di peradilan umum. Apabila perkara di peradilan adat tidak selesai dapat dibawa ke peradilan umum, dengan memperhatikan bahan pertimbangan pertimbangan hakim dalam memutus perkara apabila terjadi keraguan dan kekosongan hukum. Peradilan adat tetap bisa digunakan sebagai langkah pertama dalam menyelesaikan perkara asusila sebelum dibawa ke peradilan umum. Selain itu peradilan adat juga bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan di peradilan umum oleh hakim untuk menyelesaikan perkara. 

ARTIKEL TERPOPULER

1
UUD 1945 ADALAH KONSTITUSI BERNILAI NORMATIF BUKAN NOMINAL ATAU SEMANTIK Oleh : Ayon Diniyanto (IAIN Pekalongan) Dilihat : 110322
2
HAK KEKEBALAN DAN HAK ISTIMEWA PERWAKILAN DIPLOMATIK DARI PRESFEKTIF KONVENSI WINA 1961 Oleh : Abdhy Walid Siagian (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas) Dilihat : 106676
3
PENGATURAN KORPORASI SEBAGAI SUBJEK TINDAK PIDANA (EKSISTENSI & PROSPEKNYA) Oleh : Muhamad Mahrus Setia Wijaksana (Analis Penuntutan (Calon Jaksa) pada Cabang Kejaksaan Negeri Tojo Una-una di Wakai) Dilihat : 104003
4
Hak Beribadah di Indonesia Oleh : Yeni Handayani (Perancang Peraturan Perundang-Undangan Bidang Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia Sekretariat Jenderal DPR RI) Dilihat : 103398
5
ETIKA KONSTITUSIONAL SEBAGAI PEDOMAN PEMBATASAN MASA JABATAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Oleh : Pardomuan Gultom (Mahasiswa STIH Graha Kirana) Dilihat : 103329