Dalam rezim hukum keperdataan, kapal mempunyai karakteristik sebagai hak kebendaan. Konteks kapal yang dimaksud dalam hal ini adalah kapal dengan ukuran 20m3 (dua puluh meter kubik) dan/atau ukuran tonase kotor minimal GT 7 (tujuh Gross Tonnage) yang dikategorikan sebagai benda tidak bergerak karena penetapan undang-undang dan telah didaftarkan pada Daftar Kapal Indonesia (Budiono, 2016: 225).
Apabila kapal tersebut telah didaftarkan maka bentuk legitimasi status hukum kepemilikan kapal diterbitkan berupa Groose Akta Pendaftaran Kapal bagi pemilik Kapal. Akta Pendaftaran Kapal merupakan salah bentuk akta autentik yang memberikan kepastian hukum bagi pemilik kapal sebagai tanda bukti hak milik atas kapal.
Selain itu, kapal juga memenuhi kriteria salah satu sifat dalam Hukum Kebendaan yaitu dapat dialihkan. Secara yuridis hal tersebut ditunjukkan pada ketentuan Pasal 314 ayat (2) Wetboek van Koophandel (WvK) jo. Pasal 162 ayat (1) UU No. 17/2008 tentang Pelayaran (UU Pelayaran). Kendatipun dalam kedua Pasal a quo tidak mengatur secara jelas terkait mekanisme pengalihannya akan tetapi melalui interpretasi hukum sistematis yakni menghubungkan ketentuan kedua Pasal a quo dengan Pasal 584 Burgerlijk Wetboek (BW).
Melalui interpretasi hukum tersebut diketahui bahwa kapal dapat dialihkan melalui peristiwa hukum pewarisan melalui pembuatan Akta Wasiat oleh pewaris. Secara expressive verbis dalam ketentuan Pasal 584 BW telah mengatur bahwa salah satu cara yang diperbolehkan untuk mengalihkan atas kepemilikan suatu benda melalui pewarisan berdasarkan wasiat. Wasiat merupakan tindakan hukum sepihak yang dilakukan oleh pewaris sesuai dengan amanat kehendak terakhirnya sebelum ia meninggal dunia sebagaimana ditujukan kepada seseorang tertentu terhadap benda tertentu (Pitlo, 1990: 1).
Di samping itu pula berdasarkan ketentuan yang termaktub dalam Pasal 1 angka 7 Peraturan Menteri Perhubungan No. 39 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Kapal (PMHUB No. 39/2017) menyatakan orang perseorangan (natuurlijk person) diketegorikan subjek hukum yang dapat memiliki Hak Milik atas Kapal. Oleh sebab itu, menjadi logis bilamana orang perseorangan yang merupakan subjek hukum yang dapat melakukan perbuatan berdasarkan kehendak terakhirnya sebelum meninggal dunia atas harta kekayaan berupa Hak Milik atas Kapal melalui pembuatan wasiat.
Terdapat ketidakpastian hukum dalam regulasi mengenai pendaftaran balik nama kapal akibat pengalihan Hak Milik atas Kapal melalui pewarisan. Permasalahan tersebut disebabkan adanya pembatasan bukti pengalihan Hak Milik atas Kapal karena pewarisan dalam ketentuan Pasal 18 ayat (3) huruf e PMHUB No. 39/2017. Pasal a quo hanya menetapkan satu-satunya bukti pengalihan Hak Milik atas Kapal karena pewarisan berupa penetapan waris dari Pengadilan Negeri atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Penyusun regulasi justru telah menjustifikasi secara sepihak bahwa penetapan waris yang dikeluarkan oleh pengadilan merupakan dokumen yang diakui bukti pengalihan Hak Milik atas Kapal. Hal ini tentu tidak sejalan dengan konsep Hukum Pewarisan yang berlaku di Indonesia.
Padahal dalam Hukum Waris BW pemberian wasiat untuk mengalihkan suatu benda tertentu kepada seseorang tertentu diperbolehkan. BW telah mengatur beberapa bentuk-bentuk wasiat sebagai alternatif pilihan bagi pemilik kapal selaku pemberi wasiat guna mengalihkan atas Hak Milik atas Kapal kepada ahli warisnya atau seseorang lainnya sesuai kehendak terakhirnya sebelum ia wafat. Pada dasarnya pemberian wasiat dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis (Pitlo, 1990: 167).
Demi memberikan unsur kepastian hukum dalam pembuatan wasiat hendaknya wasiat dibuat secara tertulis. Adapun bentuk-bentuk wasiat yang dapat dipilih atau digunakan oleh pemberi wasiat selaku pemegang Hak Milik atas Kapal sebagai berikut, (1) Wasiat Olografis (vide Pasal 932 jo. Pasal 933 BW), (2) Wasiat Umum (vide Pasal 938 BW) dan (3) Wasiat Tertutup (vide Pasal 940 BW).
Menurut rumusan Pasal 957 BW, hibah wasiat diartikan sebagai sebuah penetapan khusus oleh pewaris dengan memberikan kepada satu atau beberapa orang ahli waris mengenai benda tertentu, sebagian atau seluruh harta kekayaan miliknya, misalnya benda-benda bergerak maupun tidak bergeraknya. Memperhatikan formulasi ketentuan Pasal a quo maka hibah wasiat dapat dijadikan pilihan bagi pewaris untuk mengalihkan harta kekayaan tertentu sesuai kehendak terakhirnya sebelum ia wafat.
Memperhatikan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya maka konstruksi hukum mengenai Hibah Wasiat yang lebih tepat sebagai salah satu alternatif pilihan untuk mekanisme pengalihan Hak Milik atas Kapal melalui pewarisan berdasarkan wasiat. Dalam Akta Hibah Wasiat (Legaat) dapat secara tegas menyatakan mengenai Hak Milik atas Kapal sebagai objek yang akan diwasiatkan dan didukung dengan menyebutkan secara spesifik data-data Kapal yang tercatat dan tercantum dalam Groose Akta Pendaftaran Kapal yang dimiliki oleh Pemilik Kapal selaku pewaris.
Bentuk Akta Hibah Wasiat yang direkomendasikan dalam pengalihan Hak Milik atas Kapal melalui pewarisan berupa wasiat umum yang dibuat di hadapan Notaris. Pertimbangannya sesuai dengan kewenangan Notaris dalam ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf e UU No. 30/2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah oleh UU No. 2/2014 (UU JN) yaitu memberikan penyuluhan hukum dalam pembuatan akta, khususnya Akta Hibah Wasiat. Hal tersebut guna meminimalisasi adanya cacat yuridis yang bersifat baik materil maupun formil dalam pembuatan Akta Hibah Wasiat dikarenakan melanggar peraturan perundang-undangan yang bersifat imperatif, kesusilaan dan ketertiban umum yang mengakibatkan akta tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum.
Pembuatan Akta Hibah Wasiat harus tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan yang bersifat memaksa (dwingend recht) dalam BW mengenai pewarisan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait. Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh Notaris dalam pembuatan Akta Hibah Wasiat pada pengalihan Hak Milik atas Kapal yaitu, Pertama, Legetime Portie atau Bagian Mutlak dari Ahli Waris Pemegang Hak Milik atas Kapal lainnya (vide Pasal 913 s.d. Pasal 929 BW). Kedua, Pencabutan Wasiat oleh Pemilik Kapal berdasarkan Akta Wasiat terakhir yang dibuatnya (apabila ada) (vide Pasal 992 s.d. Pasal 1004 BW). Ketiga, Kecakapan si Pembuat Wasiat selaku Pemegang Hak Milik atas Kapal (berdasarkan Hukum Perkawinan dan Keluarga) (vide Pasal 898 BW jo. Pasal 47 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan).
Keempat, Hak Milik atas Kapal sebagai Harta Bersama Perkawinan Pemilik Kapal dengan suami/istrinya (vide Pasal 36 ayat (1) UU Perkawinan). Kelima, kewajiban Notaris membuat daftar Akta mengenai Wasiat setiap bulan dan pelaporan Akta mengenai Wasiat ke Daftar Pusat Wasiat (vide Pasal 16 ayat (1) huruf j, k dan m UU JN jo. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 60 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelaporan Wasiat dan Permohonan Penerbitan Surat Keterangan Wasiat secara Elektronik (Permenkumham No. 60/2016).
Keberadaan ketentuan Pasal 18 ayat (3) huruf e PMHUB No. 39/2017 perlu ditinjau ulang, dilakukan reformulasi ulang terhadap redaksional Pasal a quo dan/atau melakukan harmonisasi/sinkronisasi dengan ketentuan-ketentuan mengenai Hukum Kewarisan yang berlaku di Indonesia dan mengamandemen Pasal a quo. Hal ini menjadi urgensi tersendiri guna memberikan pijakan kepastian hukum dalam pengalihan Hak Milik atas Kapal melalui pewarisan berdasarkan wasiat.
Meskipun sampai dengan sekarang belum terdapat unifikasi Hukum Waris Nasional laiknya Hukum Perkawinan (vide UU Perkawinan), namun berdasarkan Penjelasan Pasal 16 ayat (1) huruf i UU JN jo. Permenkumham No. 60/2016, secara atributif negara telah hadir melalui Notaris selaku pejabat umum guna memberi jaminan pelindungan hukum terhadap kepentingan ahli waris bilamana pewaris meninggal dunia dan semasa hidupnya telah membuat wasiat. Mengingat untuk perkara penetapan ahli waris yang tunduk dengan sistem Hukum Waris BW harus diajukan kepada Pengadilan Negeri ditentukan dalam bentuk gugatan (contentiosa) melainkan bukan permohonan (voluntair) (Mahkamah Agung, 2008: 47). Dengan demikian dalam proses balik nama kapal akibat adanya pengalihan Hak Milik atas Kapal melalui Pewarisan berdasarkan Hibah Wasiat diharapkan dapat mengurangi jumlah perkara perdata waris di Pengadilan Negeri.
Radhyca Nanda Pratama
Penulis
Tarra Kadita Dewanti
Jubair
Yusuf Randi
Rizka Khanzanita