Prostitusi adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang ataupun sekelompok orang yang berniat memperdagangkan seseorang atau beberapa orang untuk mendapatkan keuntungan. Prostitusi itu sendiri sudah ada di indonesia sejak zaman dahulu kala Dimulai pada zaman kerajaan-kerajaan jawa, prostitusi sudah terjadi dengan menjadikan wanita-wanita menjadi selirselir para raja dimasa itu. Prostitusi semakin berkembang pada masa kolonial belanda, wanita-wanita pribumi dipaksa untuk melakukan perkawinan campur dengan anggota-anggota VOC dan puncaknya prostitusi terjadi pada masa pemerintahan jepang. Dengan sebutan jugun lanfu para wanita-wanita pribumi dimasa itu dikumpulkan menjadi satu di sebuah rumah yang sering pula disebut rumah bordil yang ditujukan untuk mengumpulkan wanita-wanita pribumi untuk dijadikan budak ataupun sebagai wanita penghibur bagi tentara-tentara jepang disela-sela mereka berperang (basejarah.blogspot.com).
Menurut hukum islam, prostitusi adalah salah satu tindakan yang dilakukan diluar tali pernikahan dan dapat dikatakan sebagai suatu tindakan perzinahan. Di dalam surat al-isra ayat 32 dijelaskan bahwa “Dan janganlah kalian mendekati zina: Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” Di dalam ayat tersebut telah disebutkan bahwa perzinaan merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh agama dan sudah sepatutnya kita sebagai umat yang beragam tidak menjalankan larangan-Nya.
Prostitusi di Indonesia berkembang dan semakin merajalela di banyak daerah di Indonesia. Di daerah yang sangat menjujunjung tinggi agama pun masih terdapatnya prostitusi yang ditemui dari kalangan remaja sampai kalangan orang tua. Beragam cara yang dilakukan para pelaku prostitusi agar segala tindak tanduk mereka tidak tercium oleh aparat negara, mulai dengan cara membuka panti pijat, salon dan modus terbaru adalah dengan menggunakan sistem online. Kasus prostitusi online masih menjadi perbincangan khusus sampai saat ini dikarenakan belum adanya peraturan yang secara khusus mengatur mengenai prostitusi didunia maya tersebut, kalaupun adanya peraturan yang mengatur prostitusi online ini, hukum yang terdapat didalamnya dapat dikatakan belum dapat memberikan efek jera kepada para pelakunya dikarenakan hukuman yang terdapat didalamnya terlalu ringan bagi para pelaku.
Dewasa ini, semakin banyak cara yang dilakukan para Pelaku prostitusi online didalam prakteknya. Dalam prakteknya, para pelaku prostitusi menggunakan dunia maya maupun alat komunikasi yang dapat menjangkau dari kalangan menengah atas sampai kalangan atas sekalipun. Pelaku Prostitusi itu sendiri terdiri dari mucikari (penyedia jasa), pemakai jasa dan penjual jasa tersebut. Akhir-akhir ini kita sering mendengar mengenai kasus prostitusi online yang bahkan diduga dilakukan oleh nama-nama besar di dunia hiburan Indonesia. Para penikmat wanita-wanita penjajah seks bersedia mengeluarkan uang yang bahkan mencapai ratusan juta rupiah. Para pakar memiliki pendapat masing-masing untuk menjerat para pelaku prostitusi online tersebut, namun pada kenyataannya sampai saat ini hanya “penyedia jasa” lah yang mendapatkan hukuman atas perbuatannya dan penjual jasa dan pemakai jasa masih bebas tanpa adanya hukuman yang menjeratnya.
Jika kita memfokuskan prostitusi online sebagai salah satu tindakan perdagangan orang, maka di dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Perdagangan orang itu sendiri merupakan suatu tindakan perekrutan,pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Di dalam Undangundang ini telah disebutkan juga bahwa Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Namun seringkali jika berbicara mengenai prostitusi online dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Teknologi Elektronik. Sedangkan didalam undangundang ITE itu sendiri belum mengatur secara jelas mengenai prostitusi online tersebut. Seperti yang tertera di Pasal 27 Ayat 1 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 dikatakan bahwa “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.” Di dalam Pasal tersebut tidak ada penjelasan mendalam mengenai apa yang dimaksud dengan muatan yang melanggar kesusilaan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini belum ada satu Pasal pun yang dapat menjerat prostitusi online secara khusus. Namun, jika dihubungkan didalam Pasal 296 KUHPidana, di dalam Pasal 296 KUHPidana menegaskan “barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah.” Dan diperkuat dengan Pasal 506 KUHPidana yang menegaskan bahwa Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun. Namun sayangnya Pasal tersebut masih kurang memberikan efek jera kepada para pelaku dikarenakan hukuman yang terlalu ringan dan kurang kuat.
Peraturan yang lebih khusus mengenai prostitusi ini dapat kita temukan didalam peraturan pelaksana Perda DKI 8/2007 yaitu PerGub Provinsi DKI Jakarta No. 221 Tahun 2009. Dalam Perda 8/2007 diatur bahwa setiap orang dilarang menjadi penjajah seks komersial maupun memakai jasa penjajah seks komersial. Hukuman bagi PSK atau pelanggannya adalah pidana kurungan paling singkat 20 hari dan paling lama 90 hari atau denda paling sedikit Rp 500 ribu dan paling banyak Rp 30 juta. Namun tetap saja tidak memberikan efek jera dikarenakan hukuman yang tidak begitu berat.
Di era globalisasi sekarang ini sudah sepatutnya permasalahan prostitusi online ini lebih diperhatikan lagi, bukan hanya para “penyedia jasa” saja yang mendapatkan hukuman tetapi para pelaku dan pemakai jasa harus dapat diberikan hukuman agar adanya efek jera bagi mereka. karena kedepannya dapat saja ditemukan kasus-kasus baru mengenai prostitusi di dunia maya yang mungkin lebih banyak lagi dengan beragam modus yang dilakukan. Kontribusi masyarakat sangat diperlukan untuk membantu pemerintah didalam menangani kasus ini. Dan semoga apa yang kita pikirkan dimasa depan tidak terjadi dan para penerus bangsa semakin menjunjung tinggi moral dan agama.
Yerrico Kasworo (Staf di Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional)
Penulis
Raden Mas Dimas Pangestu
Justisia Aura Najwa
Pahotan Gultom
Faisal