Sepakbola sebagai olahraga paling difavoritkan di bumi pertiwi selalu menjadi fenomena tersendiri. Dengan status Indonesia sebagai negara berpenduduk lebih dari 200 juta penduduk tentu banyak pihak yang menggantungkan nasibnya pada olahraga ini baik dari segi industri, komersialisasi, dan bahkan mata pencaharian. Tercatat diantaranya Roger Milla (Mantan Pemain Timnas Kamerun), Mario Kempes (Mantan Pemain Timnas Argentina), Pierre Njanka (Mantan Pemain Timnas Kamerun), dan Marcus Bent
FIFA pertama kali didirikan di Paris pada tahun 1904 adalah badan tertinggi pengatur sepakbola internasional yang bermarkas di Zurich, Swiss. Selaku badan tertinggi, maka logis untuk dicermati bahwa FIFA memiliki kewenangan atas semua anggotanya yang tunduk pada Statuta FIFA termasuk kewenangan menjatuhkan sanksi apabila melanggar kewajiban yang telah diamanatkan oleh Statuta. Sepintas, dari kewenangan tersebut jelas terlihat “taring” FIFA dalam mengatur persepakbolaan di tiap-tiap negara yang diwakilkan oleh badan sepakbola nasional masing-masing negara yang mana daya atau kedaulatannya hampir mirip dengan yang dimiliki oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB/United Nations) selaku organisasi internasional yang mewadahi semua anggotanya dalam rangka memelihara perdamaian dan keamanan internasional, seperti diketahui
Sesuai dengan Pasal 2 Statuta FIFA maka yang menjadi tujuan FIFA diantaranya adalah untuk mengembangkan dan mempromosikan permainan sepak bola secara global, mengorganisasikan berbagai kompetisi internasional, membuat regulasi dan kebijakan, mengontrol seluruh Asosiasi Sepakbola agar sejalan dengan regulasi dan keputusan FIFA, dan memajukan integritas serta etika penyelenggaraan sepak bola guna mencegah praktek seperti korupsi, doping, atau pengaturan skor. PSSI resmi menjadi anggota FIFA sejak tanggal 1 November 1952, dan sejak tanggal itu PSSI terikat dan tunduk pada tujuan FIFA. Sedangkan yang menjadi kewajiban PSSI adalah sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 13 Statuta FIFA yang pada intinya adalah harus menyesuaikan penyelenggaraan sepakbola seturut dengan aturan FIFA dan tanpa campur tangan pihak ketiga. Pelanggaran terhadap kewajiban tersebut akan berujung sanksi yang dapat berupa penangguhan/skorsing dan bahkan dikeluarkan dari keanggotaan sesuai dengan Pasal 14 dan Pasal 15 Statuta. Adapun hak-hak anggota diantaranya adalah mengambil bagian dalam kongres, menyampaikan proposal dalam agenda kongres, menominasikan kandidat presiden FIFA, mengikuti kompetisi yang diselenggarakan FIFA, dan ambil bagian dalam bantuan dan pengembangan program. Independensi para anggota nampak jelas sangat dijunjung oleh statuta sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Statuta bahwa setiap anggota harus melaksanakan segala bentuk tindakan secara independen dan tanpa campur tangan pihak ketiga. Seperti diketahui, FIFA menjatuhkan sanksi pada PSSI akibat tindakan yang ditempuh Menpora dengan membekukan PSSI yang mana tindakan tersebut dianggap telah melanggar Pasal 13 dan Pasal 17 Statuta
Intervensi Pemerintah Dalam Kaitannya dengan Status PSSI dan Hukum Nasional
Terkait intervensi Menpora terhadap situasi dalam tubuh PSSI, maka perlu melihat aturan dalam Statuta PSSI. Menpora secara resmi membekukan PSSI pada tanggal 17 April 2015 melalui Kepmen No. 137/2015 tentang Pengenaan Sanksi Administratif Berupa Kegiatan
Terkait kewenangan membubarkan, telah diuraikan sebelumnya mengenai hak dan kewenangan pemerintah dan tidak satupun yang mengerucut pada kewenangan untuk membekukan PSSI. Tetapi dalam PP no. 16 tahun 2007 Pasal 121 dan Pasal 122 memang dibuka ruang kewenangan sanksi administratif bagi Menteri dalam hal mengefektifkan pengawasan tingkat nasional yang wujudnya bisa dengan bentuk kegiatan olahraga tidak diakui dan pencabutan izin. Artinya bahwa wewenang memberikan sanksi muncul pada level Peraturan Pemerintah dan tidak muncul pada level Undang-Undang. Meski pada tanggal 14 Juli 2015 SK Menpora tersebut dicabut melalui Putusan Peradilan Tata Usaha Negara namun ini tidak berdampak apapun dalam konteks penjatuhan sanksi dalam ranah kedaulatan FIFA.
Ironisnya, kaitan antara kedaulatan FIFA, kewajiban bagi anggota FIFA untuk tidak diintervensi pihak manapun, dan dibekukannya PSSI oleh Menpora berujung pada satu hal yakni hilangnya mata pencaharian para pemain sepakbola setidaknya untuk beberapa waktu mereka akan menganggur bahkan mungkin memaksa mereka beralih profesi. Padahal mereka adalah generasi penerus yang kaya akan talenta yang akan mengharumkan pula nama bangsa di mata dunia internasional, dan lebih daripada itu mereka juga adalah manusia yang harus menghidupi diri sendiri serta keluarga. Hal inilah yang kerap luput dari pantauan pihak yang berkepentingan secara khusus pemerintah. Para pemain yang termasuk senior yang semenjak terhentinya kompetisi akibat sanksi Menpora seperti Anang Maruf, Galih Sudaryono, dan lain sebagainya akhirnya terpaksa mencari mata pencaharian lain mulai dari bekerja sebagai pengemudi Gojek, merantau ke luar negeri, berbisnis, dan bahkan mengikuti sepakbola antar kampung. Beberapa pemain asing bahkan ada yang kembali ke negara asal sembari menunggu kepastian. Sejauh ini belum ada satu aturan pun yang menjamin hak-hak dan perlindungan bagi pemain apabila terjadi kebekuan kegiatan keolahragaan, ini sangat penting menjadi catatan pemerintah dan PSSI agar ke depannya harmonisasi koordinasi dan tentunya pemahaman mengenai dinamika persepakbolaan dapat diresapi dengan jernih sehingga tidak mengorbankan kepentingan para pihak yang mencari peruntungan nasib di dunia sepak bola. Penyelenggaraan Piala Kemerdekaan dan Piala Presiden belakangan ini seperti menghembuskan angin segar bagi para pemain namun hanya segelintir klub saja yang ambil bagian dan notabene adalah klub-klub “flamboyan”. Seharusya ada kesadaran oleh negara untuk membuat semacam kepastian aturan dalam hal terhentinya kompetisi akibat hal-hal khusus sehingga nampak nyata solusi bagi para pemain sepak bola sehingga mereka tetap dapat melanjutkan hidup dan profesi yang digeluti.
Olsen Peranto (Tenaga Fungsional Perancang Perundang-Undangan pada Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia )
Penulis
Irfan
Oka Septa Tinambunan
Sayyida Nucha Aulia
BONDAN EKA NUGRAHA