Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja merupakan salah satu upaya Presiden Joko Widodo untuk menciptakan kemudahan berusaha dan mengatasi berbagai hambatan investasi dari sektor regulasi. Proses ijin usaha yang berbelit-belit serta regulasi yang saling tumpang tindih selalu menjadi kendala bagi pelaku usaha dalam setiap memulai usahanya. Oleh karena itu, untuk mendorong investasi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi diperlukan terobosan hukum melalui Omnibus Law Undang - Undang Cipta Kerja.
Dalam subtansi Undang-Undang Cipta Kerja ada subtansi yang menarik untuk didiskusikan khususnya terkait pengaturan mengenai Perseroan Terbatas (PT). Subtansi tersebut mengubah secara signifikan landscape hukum PT di Indonesia khususnya yang diatur dalam Undang-Undang No.
Beberapa perubahan significant landscape hukum PT diantaranya sebagai berikut: Pertama, pendirian PT dapat didirikan oleh 1 (satu) orang. Dalam Undang-Undang Cipta Kerja, ketentuan mengenai syarat Perseroan yang harus didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih tidak berlaku bagi: (a). Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; (b). Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sesuai dengan Undang-Undang tentang Pasar Modal; atau (c). Perseroan yang memenuhi kriteria untuk usaha mikro dan kecil (UMK). Artinya, bagi BUMN, PT yang bergerak di Pasar Modal dan PT dengan kriteria UMK dapat didirikan oleh satu orang.
Pengaturan tersebut mengubah secara signifikan landscape hukum PT khususnya pada syarat pendirian PT yang sebelumnya harus didirikan oleh
Salah satu prinsip PT adalah “Didirikan Berdasarkan Perjanjian”. Prinsip tersebut memiliki arti bahwa PT didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris. Apabila syarat dua orang tidak dipenuhi akan berakibat pada tanggung jawab PT yang terbatas menjadi tanggung jawab tidak terbatas. Tanggung jawab tidak terbatas artinya segala perbuatan hukum dan kerugian PT menjadi tanggung jawab pendiri atau pemegang saham secara pribadi. Kondisi tersebut tentu saja bertentangan dengan prinsip “Terbatas” yang selama ini berlaku.
Pendirian PT yang dapat dilakukan oleh satu pihak tidak koheren dengan prinsip Terbatas yang seharusnya pengelolaan PT harus dikendalikan dan dikontrol oleh dua orang atau lebih. Hal itu penting untuk menjalankan fungsi “check and balances” dalam pengambilan keputusan strategis PT. Selain itu, mengingat prinsip
Kedua, penegasan mengenai penghapusan modal dasar pendirian PT. Dalam Undang-Undang 40 Tahun 2007 sebelumnya diatur mengenai modal minimal PT yaitu paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Ketentuan tersebut dicabut dengan PP No. No.29 Tahun 2016 tentang Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas. Dalam Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja mempertegas hal tersebut. PT wajib memiliki modal dasar perseroan namun besaran modal dasar ditentukan berdasarkan keputusan pendiri PT. Pengaturan tersebut mengubah landscape hukum PT khususnya pada modal minimal mendirikan PT.
Ketiga, pendirian PT dapat dilakukan tanpa melalui perjanjian dan akta notaris. Hal itu diatur dalam Pasal 111 angka 5 Undang-Undang Cipta Kerja yang didalamnya menambahkan subtansi Pasal 153A Undang-Undang PT yang berbunyi : (1)Perseroan yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil dapat didirikan oleh 1 (satu) orang; (2) Pendirian Perseroan untuk usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan surat pernyataan pendirian yang dibuat dalam Bahasa Indonesia; dan (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian Perseroan untuk usaha mikro dan kecil diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan ketentuan dalam bunyi Pasal tersebut, selain pendirian PT dapat didirikan oleh satu orang, pendirian PT untuk usaha mikro dan kecil tidak berdasarkan perjanjian dan akta notaris melainkan berdasarkan surat pernyataan pendirian yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
Pendirian PT untuk UMK yang hanya dengan surat pernyataan menarik untuk dicermatti. PT adalah badan hukum yang memiliki konsekuensi sebagai subyek hukum pendukung hak dan kewajiban serta pemisahan harta kekayaan pendiri dengan PT. Oleh karena itu, dalam Undang-Undang PT mensyaratkan akta pendirian yang dibuat oleh Notaris. Bahkan segara dokumen yang terkait PT seperti Anggaran Dasar, Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dibuat dan dilegalisasi oleh Notaris. Namun, pendirian PT untuk UMK yang hanya didirikan berdasarkan surat pernyataan tanpa akta notaris tidak koheren dengan prinsip-prinsip hukum PT.
Pendirian PT hanya melalui surat pernyataan tidak menjamin legalitas dokumen dan identitas pendiri. Legalitas PT akan diragukan dan beresiko. Konsekuensi PT sebagai badan hukum maka legalitas dokumen dan identitas pendiri harus dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, akta pendirian PT yang dibuat oleh notaris tetap perlu untuk menjamin legalitas PT, keabsahan dokumen dan identitas pendiri walaupun hanya untuk UMK.
Keempat, pendiri dan pemilik saham PT untuk UMK hanya orang perseroangan. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 111 Undang-Undang Cipta Kerja yang didalamnya menambahkan subtansi Pasal 153F Undang-Undang PT yang berbunyi : (1) Pemegang Saham Perseroan untuk usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A merupakan orang perseorangan; dan (2) Pendiri Perseroan hanya dapat mendirikan Perseroan Terbatas untuk Usaha Mikro dan Kecil sejumlah 1 (satu) Perseroan untuk usaha mikro dan kecil dalam 1 (satu) tahun.
Pendiri dan pemegang saham PT pada umumnya selain orang perseorangan juga dapat Badan Hukum. Misalkan sebuah PT X yang memiliki anak perusahaan PT Y. Namun, dalam omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja khusus untuk PT dengan kriteria UMK pendiri dan pemegang sahamnya hanya boleh orang perseorangan. Berbagai catatan kritis tersebut adalah point-point penting dalam omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja yang membawa perubahan significant dalam landscape hukum PT. Namun sayangnya, dalam Undang-Undang tersebut belum mengatur secara rinci kriteria UMK dan PT untuk UMK. Kriteria mengenai UMK penting karena berbagai pengaturan dan kemudahan yang diperoleh semua bermuara pada UMK. Semangat penyederhanaan pendirian PT yang dilakukan Pemerintah patut kita apresiasi. Namun, prinsip-prinsi hukum PT harus tetap diperhatikan agar PT yang diharapkan sebagai penggerak perekonomian dapat menjalankan perannya sebagai badan hukum yang sahdan legal dengan tetap mengindahkan norma-norma hukum yang berlaku.
Munawar Kholil (Pengajar Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta)
Penulis
Caecilia Aletheia
Natasya Ayu Savira
I Wayan Agus Eka
Krisna Bayu Aji