Dalam rapat paripurna DPR RI 28 Juni 2016 telah disahkan Rancangan Undang-Undang tentang Tax Amnesty kemudian diundangkan pada 1 Juli 2016 menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (UU tentang Pengampunan Pajak). Sudah hampir 1,5 bulan UU tentang Pengampunan Pajak ini berlaku dan akhir- akhir ini menjadi suatu isu yang banyak diperbincangkan oleh masyarakat. Pengampunan pajak (tax amnesty) merupakan penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan. Tax amnesty bukanlah sesuatu hal yang baru di Indonesia karena sudah pernah dilaksanakan pada tahun 1964, 1984, dan 2008. Program tax amnesty tahun 1964 dilakukan berdasarkan Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1964 tentang Peraturan Pengampunan Pajak. Program tersebut memiliki pertimbangan bahwa ketentuan fiskal tidak membeda-bedakan apakah tambahan harta itu berasal dari usaha halal atau diperoleh dari tindak pidana seperti korupsi.
Tax amnesty tahun 1984 dilakukan melalui Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1984. Tax amnesty diberikan kepada Wajib pajak orang pribadi atau badan dengan nama dan dalam bentuk apapun, baik yang telah maupun yang belum terdaftar sebagai wajib pajak diberi kesempatan untuk mendapatkan pengampunan pajak. Tujuan diberikan pengampunan pajak pada saat itu, karena tengah diterapkan serangkaian UU perpajakan baru yang mempunyai perbedaan signifikan dengan ketentuan yang sebelumnya sehingga dipandang perlu adanya suatu titik awal yang bersih dari masyarakat. Pengampunan pajak tersebut diberikan atas pajak yang belum pernah atau belum sepenuhnya dikenakan atau dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat itu.
Selanjutnya tahun 2008 terdapat program Sunset Policy yang dapat dikatakan sebagai program paripurna modernisasi pajak pada periode 2001- 2007. Dari 3 (tiga) kebijakan pengampunan pajak yang pernah dilaksanakan, sunset policy 2008 adalah kebijakan yang dianggap berhasil karena realisasi penerimaan pajak pada tahun 2008 telah mencapai target yang ditetapkan dalam APBN. Namun demikian, data kepatuhan Wajib Pajak saat itu masih rendah.
Saat ini tahun 2016 dengan UU tentang Pengampunan Pajak yang baru lahir diberlakukan kembali tax amnesty dengan tujuan untuk mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi; mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi; dan meningkatkan
Subjek, Objek, dan Mekanisme Tax Amnesty
Dalam UU tentang Pengampunan Pajak landasan yang mendasari pembentukan UU ini secara filosofis bahwa untuk memakmurkan seluruh rakyat Indonesia yang merata dan berkeadilan diperlukan pendanaan besar yang bersumber utama dari penerimaan pajak, secara sosiologis bahwa untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak yang terus meningkat, diperlukan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya yang masih perlu ditingkatkan karena terdapat harta, baik di dalam maupun di luar negeri yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, secara yuridis bahwa untuk meningkatkan penerimaan negara dan pertumbuhan perekonomian serta kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan, perlu diterbitkan kebijakan Pengampunan Pajak dalam suatu Undang-Undang.
Subjek tax amnesty dalam UU tentang Pengampunan Pajak yaitu setiap wajib pajak (orang pribadi atau badan) berhak mendapat pengampunan pajak melalui pengungkapan harta yang dimilikinya dan membayar uang tebusan kecuali bagi wajib pajak yang sedang dilakukan penyidikan atas tindak pidana di bidang perpajakan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan, yang sedang dalam proses peradilan atas tindak pidana di bidang perpajakan; atau yang sedang menjalani hukuman pidana atas tindak pidana di bidang perpajakan. Pengampunan pajak meliputi pengampunan atas kewajiban perpajakan sampai dengan akhir tahun pajak terakhir, yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh wajib pajak. Objek tax amnesty terdiri atas kewajiban pajak penghasilan, dan pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.
Wajib pajak untuk memperoleh pengampunan pajak harus menyampaikan surat pernyataan kepada Menteri Keuangan. Surat pernyataan memuat paling sedikit informasi mengenai identitas wajib pajak, harta, utang, nilai
Wajib pajak yang telah diterbitkan surat keterangan, mendapat fasilitas pengampunan pajak berupa penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak, sampai dengan akhir tahun pajak terakhir; penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga, atau denda, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak, sampai dengan akhir tahun pajak terakhir; tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak, sampai dengan akhir tahun pajak terakhir; dan penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, dalam hal wajib pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan atas kewajiban perpajakan, sampai dengan akhir tahun pajak terakhir.
Selanjutnya ketentuan mengenai tarif uang tebusan atas harta yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) atau harta yang berada di luar wilayah NKRI yang dialihkan
Tax Amnesty Meningkatkan Kepatuhan Pajak dan Penerimaan Pajak
Tax amnesty masih menjadi kontroversi saat ini. Kebijakan ini dirasakan oleh sebagian masyarakat tidak adil bagi wajib pajak yang taat, namun berdampak positif bagi penerimaan negara. Tax amnesty biasa dilakukan oleh
Salah satu yang dimohonkan dalam permohonan tersebut adalah tax amnesty dianggap memperlakukan wajib pajak yang tidak patuh dengan cara yang lebih baik dari wajib pajak yang selama ini telah patuh. Pemerintah tidak bisa terus menunggu seluruh wajib pajak untuk patuh karena kepatuhan merupakan hal yang tidak dapat diprediksi, memberikan kesempatan bagi wajib pajak tidak patuh untuk menghapus masa lalu sehingga ke depan mereka akan berkontribusi bagi penerimaan pajak. Tax amnesty merupakan cara yang dapat ditempuh menghadapi ketidakpatuhan. Di Jerman, Makamah Agung menjustifikasi tax amnesty sebagai bridge to legality, yaitu suatu jembatan transisi bagi wajib pajak yang tidak patuh untuk patuh. Tax amnesty lebih menekankan aspek manfaat yang diperoleh Negara dan kepastian hukum. Tax amnesty diharapkan menghasilkan penerimaan pajak yang selama ini belum atau kurang dibayar, di samping meningkatkan kepatuhan membayar pajak karena semakin efektifnya pengawasan dan semakin akuratnya informasi mengenai daftar kekayaan wajib pajak.
UU tentang Pengampunan Pajak dalam meningkatkan kepatuhan pajak dan meningkatkan penerimaan pajak apabila dikaitkan dengan sifat memaksa dalam Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang” sudah sejalan. Dalam UU tentang Pengampunan Pajak diatur bahwa dalam hal Wajib Pajak telah memperoleh surat keterangan kemudian ditemukan adanya data dan/atau informasi mengenai harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan, atas harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud. Atas tambahan penghasilan dikenai pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
Selanjutnya dalam hal wajib pajak tidak menyampaikan surat pernyataan sampai dengan periode pengampunan pajak berakhir; dan direktur jenderal pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai harta wajib pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985
Berdasarkan ketentuan dalam UU tentang Pengampunan Pajak tersebut secara filosofis di masa depan akan berimplikasi pada pemaksaan kepada wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pajaknya, sehingga sifat “memaksa” pajak tidak beralih ke sistem kompromis dan potensi penerimaan Negara melalui sektor perpajakan akan bertambah dan terukur setelah periode pengampunan pajak.
Untuk mengatasi pertumbuhan ekonomi nasional yang melambat, diperlukan sumber pembiayaan melalui investasi di sektor publik. Dari berbagai alternatif sumber pembiayaan pembangunan, dewasa ini peran penerimaan pajak semakin penting. Kinerja penerimaan pajak yang belum optimal antara lain sebagai akibat dari rendahnya kepatuhan pajak di Indonesia. Dengan demikian dibutuhkan terobosan kebijakan yang dilandasi payung hukum yang kuat guna membantu otoritas perpajakan dalam merealisasikan potensi penerimaan pajak. Salah satu terobosan kebijakan untuk mendongkrak tingkat kepatuhan wajib pajak adalah dengan memberikan tax amnesty.
Jika pemerintah membuat sistem pajak lebih adil, meningkatkan rasa memiliki pembayar pajak (membangun identitas dengan komunikasi yang lebih besar), dan menunjukkan bahwa uang pajak akan digunakan untuk hal-hal produktif; kepatuhan pajak akan meningkat tanpa melakukan insentif ekonomi (Morris Altman, “Behavioral Economics”, A Willey Brand, 2012). Dengan demikian, upaya meningkatkan insentif bahkan mengurangi ukuran hukuman dapat meningkatkan kadar kepatuhan.
Dalam jangka pendek, tax amnesty ini dapat meningkatkan penerimaan pajak yang berguna bagi Negara untuk membiayai berbagai program yang telah direncanakan. Dalam jangka panjang, Negara akan mendapatkan penerimaan pajak dari tambahan aktivitas ekonomi yang berasal dari harta yang telah dialihkan dan diinvestasikan di dalam wilayah NKRI.
Wiwin Sri Rahyani (Perancang Peraturan Perundang-undangan Madya di Badan Keahlian DPR RI)
Penulis
Caecilia Aletheia
Natasya Ayu Savira
I Wayan Agus Eka
Krisna Bayu Aji