Oleh :
Achmadudin Rajab*
Naskah diterima: 17 Februari 2016; disetujui: 25 Februari 2016
Perkara Nomor 46/PUU-XIII/2015 diajukan oleh Fathor Rasyid dan Jumanto selaku para Pemohon yang menyatakan bahwa Pasal 7 huruf g Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU 1/2015) telah merugikan hak konstitusionalnya untuk ikut serta berpartisipasi sebagai calon dalam Pilkada. Dalam permohonannya para Pemohon mengakui pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
Adapun bunyi norma sebagaimana tertulis dalam Pasal 7 huruf g UU 1/2015 adalah bunyi norma yang telah ada sejak Pilkada masih diatur dalam UU Pemda. Bunyi norma “tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih” sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 7 huruf g UU 1/2015, adalah bunyi norma yang umum yang selama ini masih diberlakukan sebagai suatu persyaratan untuk dapat menduduki suatu jabatan tertentu, baik itu jabatan politis maupun jabatan publik. Norma ini memiliki semangat yang semata-mata untuk mendapatkan pemimpin yang memiliki rekam jejak (track record) yang tidak tercela. Sejumlah norma dalam persyaratan ini secara keseluruhan diharapkan dapat menjaring pemimpin atau pemangku jabatan publik yang baik, memiliki integritas dan kapabilitas moral yang memadai, mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, benar-benar bersih, jujur, dan berwibawa dengan standar persyaratan yang objektif. Adapun Untuk kedua pasal tersebut jika melihat dalam penjelasannya hanya berbunyi “cukup jelas”, sehingga menurut Penulis hal inilah yang menjadi alasan bagi Pemohon memohon kepada MK untuk menyatakan Pasal 7 huruf g UU 1/2015 ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
B. PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 4/PUU-VII/2009
Terkait perkara ini juga, sejatinya
C. PENYEMPURNAAN NORMA PASAL 7 HURUF G DALAM UU NO. 8 TAHUN
Pasal 7 huruf g UU 1/2015 tersebut sebenarnya telah disempurnakan dalam perubahan UU 1/2015 yang kemudian telah diundangkan pada tanggal 18 Maret 2015 menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjad Undang-Undang (UU 8/
Pada akhirnya MK dalam putusannya No. 46/PUU-XIII/2015 memutuskan untuk menghapus penjelasan dalam Pasal 7 huruf g, sedangkan norma Pasal 7 huruf g di batang tubuh dianggap bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana. Jadi dalam hal ini MK justru menafsirkan syarat keterbukaan secara berbeda sebagaimana pendapat MK sendiri dalam putusannya Putusan No. 4/PUU-VII/2009. Terkait persyaratan calon dalam Pilkada bagi mantan terpidana ini, Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) telah menindaklanjuti dengan norma huruf f1 dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 12 Tahun 2015 tentang
Putusan MK No. 46/PUU-XIII/2015 ini sangat berpotensi mempengaruhi persyaratan bagi pengisian berbagai jabatan publik lainnya. Hal ini dikarenakan syarat keterbukaan kepada publik akan status sebelumnya sebagai mantan terpidana ini adalah syarat yang sebenarnya umum berlaku seperti misalnya tercantum pula dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada yang dicabut dengan PERPPU No. 1 Tahun 2014), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pileg), Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden (UU Pilpres), Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara
F. REKOMENDASI KEDEPAN
Dalam rangka memberikan landasan hukum yang kuat bagi KPU kedepan, sebaiknya perubahan norma dalam putusan ini dapat dijadikan catatan penyempurnaan dalam rencana perubahan kedua atas UU 1/2015 yang juga masuk dalam salah satu Prolegnas Prioritas Tahun 2016. Perubahan dalam UU Pilkada ini diharapkan akan segera terselenggara dikarenakan penyelenggaraan Pilkada yang tahapannya telah dimulai sejak KPU RI mencanangkan pelaksanaan Pilkada pada tanggal 15 Februari 2017 yang juga merupakan tindaklanjut dari Pasal 201 ayat (2) UU 8/2015 yang menyatakan bahwa
*
Penulis adalah Tenaga Fungsional Perancang Undang-Undang dengan pembidangan Politik, Hukum, dan HAM di Pusat Perancangan Undang-Undang pada Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Achmadudin Rajab (Tenaga Fungsional Perancang Undang-Undang dengan pembidangan Politik, Hukum, dan HAM di Pusat Perancangan Undang-Undang pada Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia)
Penulis
Sri Muliana Azhari
Vinda Ramadhanty
Enjelita Tamba
Ulfia Pamujiningsih