Kita dikejutkan dengan berita tentang 81 pemain sepak bola asing yang melanggar ketentuan keimigrasian dan ketenagakerjaan, mereka adalah pemain yang berlaga di turnamen Indonesia Soccer Championship (ISC) 2016, para pemain tersebut tidak memiliki Kartu Izin Tinggal Sementara/ Terbatas (KITAS) yang menjadi syarat bagi tenaga kerja asing untuk bekerja di Indonesia. Temuan ini tak dibantah oleh PT.GTS (Gelora Trisula Semesta) selaku operator kompetisi juga oleh beberapa klub yang diperkuat oleh pemain-pemain asing bermasalah menurut daftar yang dirilis LSM olah raga Save Our Soccer (SOS) beberapa waktu lalu. Temuan ini sekaligus menjadi pertanyaan terkait keseriusan para penyelenggara sepak bola negeri inipasca dicabutnya SK pembekuan PSSI oleh pemerintah dan juga dicabutnya suspend oleh FIFA terhadap Indonesia.
Pelanggaran Hukum
Perlu diingat bahwa pelanggaran yang terjadi kali ini tak memiliki konflik
Pelanggaran terkait keimigrasian
Pelanggaran yang terjadi tak hanya dalam konteks administrasi namun juga pidana. Ketentuan 50 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian menyatakan bahwaorang asing yang sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud pemberian ijin keimigrasian yang diberikan kepadanya, dipidana dengan pidana (lima) tahun atau denda palingbanyakRp.25.000.000,-(dua puluh lima juta rupiah). Selain itu secara yuridis, pelanggaran yang dilakukan oleh para pemain asing ilegal pun merugikan keuangan negara, karena setiap pekerja asing diwajibkan membayar kepada
Solusi
Setelah jelas pelanggaran yang terjadi dalam kompetisi sepak bola yang diklaim kompetisi sepak bola paling sukses dalam hal menggerakkan roda ekonomi di Indonesia ini, maka pendekatan yang perlu dilakukan untuk mencari solusi haruslah pendekatan yang komprehensif, mempertimbangkan berbagai aspek tanpa harus menyiasati hukum. Secara teori dan praktik, apa yang terjadi di putaran pertama ISC tak perlu dipermasalahkan termasuk hasil-hasil pertandingan dan gol yang dicetak oleh para pemain asing bermasalah, karena penegakkan terkait laws of game ada di komisi disiplin dan komisi banding dimana negara tak terlibat sama sekali, dan hingga saat ini memang tak ada satupun peserta yang mempermasalahkannya. Sekaligus menegaskan prinsip penting dalam laws of game FIFA bahwa keputusan wasit adalah bersifat final.
Di lain pihak penegakan hukum negara tetap harus dilakukan, deportasi hanyalah salah satu dari tindakan administratif keimigrasian, pemerintah dapat melakukan semacam karantina bagi pemain asing ilegal tersebut namun harus dipastikan bahwa proses pembuatan KITAS dan kelengkapan dokumen lain sedang berjalan, jika tak ada upaya serius dari pihak pemain dan klub maka deportasi adalah langkah yang harus ditempuh.
Sementara itu, sebelum seluruh kelengkapan selesai maka para pemain asing ilegal tersebut tak boleh bermain di putaran kedua ISC walau status mereka
Eko Noer Kristiyanto (Pegiat Hukum Olahraga dan Peneliti di Kementerian Hukum dan HAM RI)
Penulis
Raudhatul Jannah
Yokie Rahmad Isjchwansyah, S.H.
Ria Karlina Lubis (Prodi Hukum, FISIPOL, Universitas Tidar)
R.Karlina Lubis, S.H.,M.Hum (Fakultas Hukum, FISIPOL, Universitas Tidar)