OPTIMALISASI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM ERA DESENTRALISASI DI INDONESIA
Abstract
Pelaksanaan desentralisasi merupakan kebijakan negara sebagai upaya mendekatkan pelayanan masyarakat dan kesejahteraan rakyat, menumbuhkan partisipasi masyarakat, serta good governance , ternyata berimplikasi negatif dengan menyuburnya korupsi di daerah. Untuk itu tulisan ini berusaha meneliti apa yang menyebabkan perilaku korupsi pada era desentralisasi serta bagaimana optimalisasi pemberantasan korupsi di tengah desentralisasi. Dengan menggunakan metode yuridis normatif disimpulkan bahwa penegak hukum di daerah tidak optimal dalam pemberantasan korupsi di wilayah hukumnya. Salah satunya adalah disebabkan keterbatasan jumlah penyidik KPK yang harus beroperasi di seluruh Indonesia. Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, yang diawali dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan menyusul Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dalam implementasinya diharapkan mampu mendinamisasikan serta meningkatkan derajat desentralisasi, dapat meminimalisir epidemi korupsi di daerah. Penguatan jajaran penegak hukum di daerah serta strategi represif merupakan upaya yang harus dikedepankan dalam optimalisasi pemberantasan korupsi.
The decentralization is a state policy to draw between public service and public welfare, emerging public participation and good governance, infact have negative implications for corruption at the local area increasingly. Therefore this paper try to examine what caused corruptive behaviour in the decentralization era as well as how to optimize corruption eradication in the decentralization era. Using normative juridis method, it can be concluded that the role of law enforcement officer in local area did not combat corruption within his jurisdiction optimally. It was caused by limited number of Corruption Eradication Commission’s investigators which cover all areas in Indonesia. The amendment of Law number 32 year 2004, begins with the enactment of Law Number 6 year 2014 regarding Village and immediately followed by Government Regulations in lieu of Laws Number 1 year 2014 regarding Election of Governor, Regent and Major and also Law Number 23 year 2014 regarding Amandment of Local Government, it was expected to dynamize and develop decentralization in implementation could decrease corruption epidemic in local area. Strengthening of local law enforcement officers and also repressive strategy are prioritized in optimizing the eradication of corruption.
Keywords
Full Text:
PDFDOI: http://dx.doi.org/10.33331/rechtsvinding.v3i3.31
Refbacks
- There are currently no refbacks.