DINAMIKA PENGATURAN DAN KEPASTIAN HUKUM KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT ATAS PENGELOLAAN PEMANFAATAN TIDAK LANGSUNG PANAS BUMI

Tri Sulistianing Astuti, Luthfi Widagdo Eddyono

Abstract


Pemanfaatan energi pada umumnya bersumber pada energi tidak dapat diperbarui (non renewable energy) dan energi dapat diperbarui (renewable energy). Pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) dilakukan dalam bentuk hidro, panas bumi, angin, surya, kelautan dan biomassa. Terkait dengan pemanfaatan panas bumi secara tidak langsung, pada tanggal 20 September 2017, Mahkamah Konstitusi telah memutuskan perkara yang diajukan oleh Gubernur Jawa Timur dan DPRD Provinsi Jawa Timur dalam perkara Nomor 11/PUU-XIV/2016. Putusan ini menjadi salah satu landmark decision Mahkamah Konstitusi karena dua hal. Pertama, inilah putusan Mahkamah Konstitusi yang pertama (dan yang terakhir) terkait pemanfaatan panas bumi sebagai bagian dari bidang urusan energi dan sumber daya mineral. Kedua, Mahkamah Konstitusi telah menjawab pertanyaan siapakah yang berwenang “menguasai†cabang produksi panas bumi, apakah pemerintah daerah atau pemerintah pusat. Tulisan ini menganalisis secara normatif putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-XIV/2016 dengan maksud melihat kepastian hukum dan kemanfaatan kewenangan pemerintah pusat atas pengelolaan pemanfaatan tidak langsung panas bumi. Selain itu, tulisan ini bermaksud melihat dinamika hubungan kewenangan pemerintah pusat dan daerah khususnya terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dalam berbagai putusan-putusan Mahkamah Konstitusi. Penulisan karya tulis ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach). Hasilnya, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-XIV/2016 telah memberi kepastian hukum terkait pengaturan kewenangan penyelenggaraan panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung, termasuk kewenangan pemberian izin kepada Pemerintah Pusat. Pada perkembangan selanjutnya pengaturan panas bumi diatur dalam UU Cipta Kerja yang dinyatakan secara formil inkonstitusional bersyarat berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Dengan demikian, perbaikan UU Cipta Kerja terkait pengaturan panas bumi perlu merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-XIV/2016.

Keywords


energi panas bumi, kewenangan pusat dan daerah, Mahkamah Konstitusi

Full Text:

PDF


DOI: http://dx.doi.org/10.33331/rechtsvinding.v11i3.1017

Refbacks

  • There are currently no refbacks.